Thursday, April 23, 2009

MENGESAN HADITH MAUDU

الدين هو العقل ومن لا دين له لا عقل له
maksudnya : agama adalah akal, siapa yang tidak memiliki agama, tidak ada akal baginya

Hadits ini batil. Diriwayatkan oleh Imam an-Nasa`i dari Abi Malik Basyir bin Ghalib. Kemudian ia berkata, "Hadith ini adalah batil munkar." Menurut saya ( al-Albani ) kelemahan hadith ini terletak pada seorang sanadnya yang bernama Bisyir: Dia ini majhul (asing dan tidak dikenali). Inilah yang dinyatakin oleh al-Uzdi dan dikuatkan oleh al-Zahabi dalam Mizan al-i`tidal dan al-Asqalani dalam Lisan al-Mizan.

Satu hal yang perlu diketahui di sini ialah bahwasanya semua riwayat dan hadith yang menyatakan keutamaan akal tidak ada yang sahih. Semua berkisar antara dha'if dan maudhu'. Saya telah menyusuri semua riwayat tentang masalah keutamaan akal tersebut dari awal. Di antaranya apa yang diutarakan oleh Abu Bakar bin Abid Dunya dalam al-Aqlu wa Fadhluhu saya dapati ia menyebutkan, "Riwayat ini tidaklah sahih." Kemudian Ibnu Qayyim dalam kitab al-Manar halaman 25 menyatakan," Hadith-hadith yang berkenaan dengan akal semuanya dusta belaka."
( الألباني، سلسلة الأحادث الضععيفة والموضوعة )

ومن لم تنهه صلاته عن الفخشاء والمنكر لم يزدد من الله الا بعدا
maksudnya : barangsiapa solatnya tidak dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka tidak bertambah sesuatu pun dari Allah kecuali kejauhan.

Hadits ini batil. Walaupun hadith ini sangat dikenali dan sering menjadi pembicaraan namun sanad maupun matannya tidak sahih.

Dari segi sanad, telah diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam kitab al-Mu'jam al-Kabir, al-Qudha'i dalam kitab Musnad al-Syihab II/43, Ibnu Hatim dalam Tafsir Ibnu Katsir II/414 dan kitab al-Kawakib al-Darari l/2/83, dari sanad Laits, dari Thawus, dari Ibnu Abbas r .a.. Ringkasnya, hadith tersebut sanadnya tidak sahih sampai kepada Rasulullah s.a. tetapi hanya mauquf ( berhenti ) sampai kepada Ibnu Mas'ud r.a. dan merupakan ucapannya dan juga hanya sampai kepada Ibnu Abbas r.a. Kerana itu, Syekhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Kitab al-Iman halaman 1 2, tidak menyebut kecuali sebagai riwayat mauquf yang hanya sampai kepada Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas r.a.

Di samping itu, matannya pun tidak sahih kerana zhahirnya mencakupi siapa saja yang mendirikan solat dengan memenuhi syarat rukunnya. Padahal syara tetap menghukumnya sebagai yang benar atau sah, sekalipun pelaku solat tersebut masih suka melakukan perbuatan yang bersifat maksiat. Jadi, tidaklah benar bila dengannya (solat yang benar) justru akan makin menjauhkan pelakunya dari Allah SWT. Ini sesuatu yang tidak masuk akal dan tidak pula dibenarkan dalam syariat. Karena itu, Ibnu Taimiyah menakwilkan kata-kata" tidak menambahnya kecuali jauh dari Allah" jika yang ditinggalkannya itu merupakan kewajiban yang lebih agung dari yang dilakukannya. Dan ini bererti pelaku solat tadi meninggalkan sesuatu sehingga solattnya tidak sah, seperti rukun-rukun dan syaratsyaratnya.
Kemudian, nampaknya bukanlah solat (yang sah dan benar menurut syara') yang dimaksud dalam hadits mauquf tadi.

Dengan demikian jelaslah bahwa hadith tersebut dha'if, baik dari segi sanad maupun matannya. Wallhu a'lam bishshawab.

No comments: